MASJID ASH-SHOFA

Masjid Ash-Shofa terletak di Perumahan Puri Anggrek Mas - DEPOK. Sebuah masjid kecil yang senantiasa belajar untuk memuliakan Allah Subhanahu-wa-ta'ala. Apabila Anda teringat dengan nama Masjid Kubah Emas, bukan bermaksud membandingkan fisiknya, inilah penanda yang paling gampang, bahwa letak masjid kecil ini sekitar 1 kilometer ke arah kota Depok dari masjid yang indah dan fenomenal itu.
Kontak e-mail: pengajian.puri@gmail.com

Sunday, August 28, 2011

(MENGAPA) IDUL FITRI BERBEDA?

Idul Fitri Berbeda?

Dr Ahmad Izzuddin
Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Anggota Badan Hisab Rukyah Kemenag RI, Dosen IAIN Walisongo Semarang

Idul Fitri sekarang mengapa berbeda? Mengapa selalu berbeda? Mengapa tidak bisa disatukan? Kapan selesainya perbedaan ini? Demikianlah pertanyaan-pertanyaan klasik, namun selalu aktual yang selalu muncul di tengah-tengah masyarakat (awam) Muslim Indonesia menjelang berakhirnya bulan Ramadhan. Hal ini tidak lain karena di Indonesia memang sudah sering terjadi perbedaan berhari raya Idul Fitri. Berbeda dengan negara lain yang tidak pernah terjadi perbedaan. Mengapa demikian?

Melalui tulisan ini, penulis memaparkan mengapa di Indonesia dalam penetapan Idul Fitri masih sering terjadi perbedaan? Bagaimana dengan penetapan Idul Fitri 1432 H, (sekarang ini) terjadi perbedaan ataukah tidak? Pemaparan ini kiranya sangat membantu dalam menumbuhkan keyakinan (bahkan secara ainul yakin) dalam menjalankan ibadah. Di samping itu, dengan memahami sebab perbedaan, jika terjadi perbedaan kiranya akan dapat menumbuhkan sikap menghargai-sikap toleransi (tasammuh)-dalam berhari raya.

Berdasarkan pemahaman hadis, penetapan awal Ramadan dan Syawal: "Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Apabila tertutup awan, maka sempurnakanlah (30 hari)," secara makro melahirkan dua aliran, yakni aliran rukyat dan aliran hisab. Karena ini merupakan masalah ijtihadiyah, bukan merupakan masalah yang qath'i, maka wajar manakala muncul perbedaan semacam itu.

Di Indonesia, malahan terdapat lebih banyak aliran karena adanya ketersinggungan Islam sebagai great tradition dan budaya lokal sebagai little tradition yang melahirkan corak perilaku keagamaan tersendiri, semacam Islam Kejawen. Dalam permasalahan hisab rukyat ada aliran Asapon dan ada aliran Aboge. Bahkan, ada yang muncul dengan penfsirannya sendiri, seperti golongan an-Nadir Gua Sulawesi Selatan. Sehingga, di Indonesia banyak muncul aliran dalam hisab rukyat.

Di antaranya:
(1) Aliran Aboge, yakni aliran yang berpedoman pada tahun jawa lama dengan ketetapan tahun alif jatuh pada hari Rabu wage sebagaiman diikuti oleh masyarakat Muslim dusun Golak Ambarawa Jawa Tengah.

(2) Aliran Asapon, yakni aliran yang berpedoman pada kalender Jawa Islam yang sudah diperbaharui dengan ketetapan tahun alif jatuh pada hari Selasa pon, sebagaimana yang diikuti oleh lingkungan keraton Yogyakarta.

(3) Aliran Rukyah dalam satu negara (rukyatul hilal fi wilayatil hukmi). Aliran ini berpegang pada hasil rukyat yang dilakukan setiap akhir bulan (tanggal 29), jika berhasil merukyat, maka hari esoknya sudah masuk tanggal satu, sedangkan jika tidak berhasil maka harus diistikmalkan (disempurnakan 30 hari) dan hisab hanya sebagi alat bantu dalam melakukan rukyat. Aliran ini, selama ini dipegang oleh Nahdlatul Ulama.

(4) Aliran Hisab Wujudul Hilal, prinsipnya jika menurut perhitungan (hisab) hilal sudah dinyatakan di atas ufuk, maka hari esoknya sudah dapat ditetapkan sebagai tanggal satu tanpa harus menunggu hasil rukyat. Aliran ini yang dipakai oleh Muhammadiyah.

(5) Aliran Rukyah Internasional (Rukyah Global). Aliran ini berprinsip di mana pun tempat di muka dunia ini, jika ada yang menyatakan berhasil melihat hilal, maka waktu itu pula mulai tanggal satu dengan tanpa mempertimbangkan jarak geografisnya. Aliran ini diikuti oleh Hizbut Tahrir.

(6) Aliran Hisab Imkanurrukyah, yakni penentuan awal bulan berdasarkan hisab yang memungkinan untuk dilakukan rukyat. Aliran inilah yang dipegangi pemerintah.

(7) Aliran mengikuti Makkah, di mana penetapannya atas dasar kapan Makkah menetapkannya.

(8) Aliran rukyat Air Pasang oleh golongan an-Nadir Gua Sulawesi Selatan.

Namun demikian, yang populer di kalangan masyarakat awam Indonesia adalah aliran rukyah yang dipegangi Nahdlatul Ulama, aliran Hisab Wujudul Hilal yang dipegangi Muhammadiyah dan aliran Hisab Imkanurrukyah yang dipegangi pemerintah. Bahkan, ketiga aliran itulah yang mewarnai fenomena perbedaan penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah yang sering membingungkan masyarakat awam.

Menurut perhitungan hisab hakiki kontemporer yang diakui keakuratannya, ijtimak (konjungsi matahari dan bulan akhir Ramadhan 1432 terjadi pada hari Senin wage, 29 Agustus 2011 / 29 Ramadhan 1432 pada pukul 10.04. 17.75 WIB. Situasi pada saat gurub di Pantai Pelabuhan Ratu: matahari terbenam pada pukul 17. 54. 26 WIB, ketinggian hilal mar'i +01 derajat 53 menit dua detik.

Untuk seluruh wilayah Indonesia, dari Merauke sampai Sabang ketinggian hilal mar'i masih di bawah dua derajat. Namun, dari data hisab di banyak kalender ada yang menyatakan hilal sudah di atas dua derajat. Penulis menduga para hasib yang mencantumkan data ketinggian hilal sudah di atas dua derajat menggunakan metode taqribi.

Dari data hisab tersebut jelas bahwa aliran hisab dalam posisi "aman", sedangkan rukyatul hilal dalam posisi "rawan". Mengapa demikian? Karena dengan data hisab tersebut, maka secara gamblang aliran Hisab Wujudul Hilal yang dipegangi Muhammadiyah akan berani langsung menetapkan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa kliwon, 30 Agustus 2011 karena menurut perhitungan (hisab), hilal sudah ada yang di atas ufuk.

Sedangkan Nahdlatul Ulama dengan dasar rukyatul hilal fi wilayatil hukmi (satu negara hukum), harus menunggu hasil rukyatul hilal yang dilaksanakan pada hari Senin wage, 29 Ramadan 1432 yang bertepatan 29 Agustus 2011. Dengan data hisab ketinggian hilal mar'i dalam ketinggian yang "rawan", yakni masih di bawah dua derajat, maka kiranya sangat sulit untuk berhasil melihat hilal, apalagi menurut ramalan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), seluruh Indonesia pada saat itu dalam kondisi mendung.

Sehingga kemungkinan hilal bisa dirukyat sangatlah kecil sekali, apalagi secara tradisi dan secara ilmiah ketinggian hilal di bawah dua derajat tidak mungkin bisa dilihat. Oleh karena itu, jika tidak berhasil melihat hilal, maka tentunya Nahdlatul Ulama akan menentukan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu legi, 31 Agustus 2011, dengan menyempurnakan bulan puasa Ramadan 30 hari .

Begitu pula pemerintah, jika memang konsisten dengan prinsip Hisab Imkanurrukyah, maka tentunya menunggu hasil rukyatul hilal terlebih dahulu. Apalagi, kalau pemerintah mendasarkan pada kriteria Hisab Imkanurrukyah "tradisi Indonesia", yakni ketinggian minimal dua derajat, hilal baru dapat berhasil dilihat, maka dengan data hisab tersebut di atas, tentunya pemerintah akan "berani" menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu legi, 31 Agustus 2011.

Sebagai masyarakat awam sebaiknya mengikuti penetapan pemerin tah, mengingat pemerintah da lam penetapan selalu merujuk pada hasil musyawarah Badan Hisab Rukyah yang beranggo takan para pakar dalam bi dang keilmuan terkait yang ob jektif ilmiah. Lebih baik tunggu peng umuman sidang isbat pe merintah tentang 1 Syawal 1432 yang akan dilaksanakan pada hari Senin malam Selasa, 29 Agustus 2011.

Hikmah Republika Online;
Kamis, 25 Agustus 2011 pukul 10:20:00

(-)

No comments: