MASJID ASH-SHOFA

Masjid Ash-Shofa terletak di Perumahan Puri Anggrek Mas - DEPOK. Sebuah masjid kecil yang senantiasa belajar untuk memuliakan Allah Subhanahu-wa-ta'ala. Apabila Anda teringat dengan nama Masjid Kubah Emas, bukan bermaksud membandingkan fisiknya, inilah penanda yang paling gampang, bahwa letak masjid kecil ini sekitar 1 kilometer ke arah kota Depok dari masjid yang indah dan fenomenal itu.
Kontak e-mail: pengajian.puri@gmail.com

Friday, September 2, 2011

RANGKUMAN KULTUM TARAWIH, AHAD 28 RAMADHAN 1432H

Judul: Iedul Fitri
Penceramah: Ustadz Jaya Wilakaya

Secara bahasa “iedul fitri” berarti kembali berbuka, artinya kembali berbuka setelah sebulan lamanya menjalani puasa. Arti yang lain, fitri berarti fitrah (seperti semula). Iedul fitri dimaknai sebagai seperti bayi yang baru lahir tidak punya dosa. Doktrin Islam mengajarkan, "Kullu mauludin yuladu alal-fithrati” (setiap bayi, dilahirkan dalam keadaan bersih-suci: al-Hadis).

Janji Allah swt sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadist Rasul SAW : “Man shoma ramadhana imanan waihtisaban gufira lahu ma taqaddama min zanbihi” (H.R. Mutafaq ‘Alih); barang siapa berpuasa ramadhan didasari oleh keimanan dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang terdahulu. Iedul Fitri yang biasa kita sambut dengan takbir, tahlil, tahmid, tasbih; kalimat-kalimat toyibah yang mengagungkan Allah, mengesakan Allah, bersyukur kepada Allah, mensucikan Allah; bukan harus disambut dengan pesta pora.

Makna dari berakhirnya Ramadhan adalah juga tanggung jawab untuk meraih kemenangan-kemenangan selanjutnya selama 11 bulan yang akan datang. Islam adalah agama yang tinggi yang hanya orang-orang yang tinggi yang dapat membuktikan bahwa Islam itu tinggi. Siapakah orang-orang yang tinggi, yaitu orang-orang yang beriman.

Ramadhan sebagai bulan Al-Quran, adalah sebuah dorongan agar umat Islam gemar membacanya. Ayat pertama Al-Quran berbunyi : "Iqra bismi Rabbi kal-ladhi khalaq .... “ [QS Al-‘Alaq]; bacalah dengan nama Tuhan-mu .... Adalah perintah membaca dari Allah kepada Rasulullah Muhammad yang umi (tidak bisa membaca), melalui malaikat Jibril. Hanya dengan membaca (dan gemar membaca) umat Islam dapat memahami ajaran Islam dan memahami ilmu pengetahuan untuk memajukan peradaban umat manusia.

Wallahu’alam.

RANGKUMAN KULTUM TARAWIH, SABTU 27 RAMADHAN 1432H

Judul : Ramadhan sebagai bulan taubat
Penceramah: Ustadz Syaiful Anwar MA

Bulan Ramadhan sebagai syahru taubah, bulan yang kepada umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak taubat kepada Allah. Di bulan ini Allah membuka pintu tobat kepada hamba-hambanya yang kembali dan bertaubat kepadaNya.

Tidak seorangpun tidak punya dosa, kecuali para nabi dan rasul yang terpelihara dari perbuatan dosa. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dan Turmudzi, Rasulullah SAW bersabda : “Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat”. [15]. Hadits hasan riwayat Ahmad (III/198), At Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Majah (no. 4251) dan Al Hakim (IV/244). Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 4515), dari sahabat Anas.

Perbuatan dosa terbagi dalam 3 bagian :

1. Dosa khufur atau syirik, dosa yang tidak diampuni Allah jika terbawa sampai mati. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An Nisaa’:48].

2. Dosa-dosa besar, yaitu dosa-dosa dibawah kekufuran seperti membunuh, berzina, mengamil hak orang lain, dlsb.

3. Dosa-dosa kecil lainnya [catatan: dosa kecil yang dilakukan terus menerus akan menjadi dosa besar – red].

Orang yang bertaubat dari dosa-dosa sebesar apapun, dengan taubat yang sungguh (taubatan nasuha), akan diampuni Allah, sebagaimana firmannya: ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At Tahrim : 8) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang bertaubat dari dosa seolah-olah ia tidak berdosa".[12] [12]. HR Ibnu Majah (no. 4250), dari Ibnu Mas’ud z . Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 3008).

Inilah yang disebut dengan Taubat Nashuha artinya taubat yang sebenar-benarnya, murni dan tulus. Ada beberapa syarat agar taubat diterima:

1. الإِقْلاَعُ(al iqla’u), orang yang berbuat dosa harus berhenti dari perbuatan dosa dan maksiat yang selama ini ia pernah lakukan.

2. النَّدَمُ (an nadamu), dia harus menyesali perbuatan dosanya itu.

3. اَلْعَزْمُ (al ‘azmu), dia harus mempunyai tekad yang bulat untuk tidak mengulangi perbuatan itu.

4. Jika perbuatan dosanya itu ada hubungannya dengan orang lain, maka di samping tiga syarat di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu harus ada pernyataan bebas dari hak kawan yang dirugikan itu. Jika yang dirugikan itu hartanya, maka hartanya itu harus dikembalikan. Jika berupa tuduhan jahat, maka ia harus meminta maaf, dan jika berupa ghibah atau umpatan, maka ia harus bertaubat kepada Allah dan tidak perlu minta maaf kepada orang yang diumpat.[9] [Lihat Riyadhush Shalihin, Bab Taubat (hlm. 24-25) dan Shahih Al Wabilush Shayyib (hlm. 272-273)]. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang bertaubat dari dosa seolah-olah ia tidak berdosa".[12] [HR Ibnu Majah (no. 4250), dari Ibnu Mas’ud z . Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 3008)].

Dan Allah Azza wa Jalla berfirman: "Kecuali orang-orang yang bertaubat beriman dan beramal shalih, maka Allah akan ganti kejahatan mereka dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al Furqan : 70].

5. Taubat hrus dilakukan sebelum waktu tertutupnya pintu taubat. Taubat itu harus sudah dilakukan sebelum datangnya ajal (yakni kematian) sehingga apabila ia terjadi setelah ajal menjemput maka ia tidak akan bermanfaat bagi orang yang bertaubat itu, ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Dan tidaklah Taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’” (Qs. An Nisaa’: 18), mereka itu sudah tidak ada lagi taubat baginya.

Dan, sesungguhnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa, “Hijrah (berpindah dari negeri kafir menuju negeri muslim -pent) tidak akan pernah terputus hingga terputusnya (kesempatan) taubat, dan (kesempatan) taubat itu tidak akan terputus hingga matahari terbit dari sebelah barat.” Sehingga apabila matahari sudah terbit dari sebelah barat, maka di saat itu taubat sudah tidak bermanfaat lagi bagi siapa pun.

Wallahu’alam.

RANGKUMAN KULTUM TARAWIH, JUMAT 26 RAMADHAN 1432H

Judul: Meraih Kebahagiaan
Penceramah: Ustadz Imam Subaweh

Sebagai manusia pasti menginginkan mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagaimana kita dapat meraihnya? Ahli nasihat memberikan nasihatnya : amal sholeh adalah landasan dasar untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika kita banyak beramal sholeh, kita dapat mencapai tingkat menjadi kekasih Allah; dengan menjadi kekasih Allah, kita akan mendapat perhatian dengan mendapat perhatian maka segala permintaan, segala doa kita akan dituruti.

Secara garis besarnya ada 4 langkah untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat:

1. Dalam menjalankan ibadah (dunia & akhirat) harus dilaksanakan dengan dasar cinta (kepada Allah). Niatkan semua pekerjaan sebagai ibadah, dan didedikasikan sebagai wujud cinta kepada Allah. Cinta sebagai perekat hubungan antara orang tua dengan anak; antara hamba dengan Allah. Jika suatu amalan dilandasi dengan cinta, kita pasti rela berkorban. Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, artinya, "Tidak beriman salah seorang di antara kalian, sehingga aku lebih dia cintai dari pada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia."

2. Dalam menjalankan ibadah harus berusaha semaksimal mungkin; sebanyak mungkin menjalankan perintahNya dan sebanyak mungkin menjauhi laranganNya, sesuai kemampuan kita.

3. Dalam menjalankan ibadah harus bersungguh-sungguh. Jika tidak bersungguh-sungguh maka tidak membawa kepada cinta Allah. Perumpaannya, seorang mahasiswa yang ingin berhasil menjadi sarjana harus belajar / kuliah dengan bersungguh-sungguh; demikian juga orang yang ingin sukses dalam pekerjaan, mereka harus bekerja dengan bersungguh-sungguh.

4. Dalam menjalankan ibadah harus sabar. Sabar dalam arti yang luas. Berpuasa, shalat, zakat dengan sabar. Allah berfirman, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46).

Sebagai penutup, semuanya amal ibadah kita akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sebagaimana Allah berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula”. (QS Al-Zalzalah: 7-8).

Wallahu’alam

RANGKUMAN KULTUM TARAWIH, KAMIS 25 RAMADHAN 1432H

Judul: Menyia-nyiakan Shalat
Penceramah: Ustadz Muhkhrodi

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan mempertaruhkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS Maryam: 60).

[Catatan: Ibnu Abas berkata, “Makna menyia-nyiakan shalat bukanlah meninggalkan sama sekali. Tapi mengakhirkan dari waktu yang seharusnya.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir (16/75), dan As-Suyuthi dalam Ad-Durr Al-Mantsuur (4/498) menambahkan penisbatan perkataan ini kepada Add bin Humaid]. “ ... fa saufa yalqauna gayyaa(n)”, maka mereka kelak akan tersesat (QS Maryam: 60). Imam Sa’id bin Musayyib menjelaskan: “Barang siapa mati dalam keadaan terus menerus menyia-nyiakan shalat seperti itu dan tidak bertaubat, maka Allah menjanjikan baginya Ghayy, yaitu lembah di neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya lagi sangat tidak enak rasanya.” – Red].

Shalat adalah tiang agama. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi : “…Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah…”. Shalat ibarat tiang, Agama ibarat bangunan yang akan terlihat indah dengan perilaku umatnya yang sopan dan terpuji yang akan tetap terpelihara dengan mempelajari, memahami dan melaksanakan/ mengamalkan Ajaran Agama.

Shalat itu memberikan rahmad dan perdamaian kepada manusia. Jika Anda mengalami kesulitan sekecil maupun sebesar apapun, hendaknya selalu memohon pertolongan kepada Allah melalui shalat. Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 45-46, Allah SWT berfirman : “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.

Shalat merupakan amal pertama yang akan dihisab di hari kiamat. Berdasarkan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Tirmidzi : “Awal hisab seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik, dan apabila buruk maka seluruh amalnya buruk”.

Ada sebuah kisah yang dinukil dari Kitab Duratun Nasihin. Di masa Khalifah Abu Bakar ra, ada seorang pria meninggal dunia, lalu ketika dishalati oleh banyak orang, bergeraklah kain kafan pembungkusnya, dan terlihat di dalamnya ada seekor ular membelit leher mayat dan menggerogoti dagingnya serta menghisap darahnya. Maka segeralah orang-orang hendak membunuhnya, namun ularpun berucap: “La ilaaha illallaah muhammad-ur rasulullah” dan bertanya: “Ken. Merekapun bertanya: “Apakah dosa dan kesalahannya?” Jawabnya: “Yaitu 3 kesalahannya: (1) Adalah ketika mendengar seruah shalat (adzan), enggan menghadiri shalat berjamaah; (2) Enggan pula membayar zakat hartanya; dan (3) Acuh (tak peduli) terhadap nasehat ‘ulama, maka inilah sebagai siksanya”. [dari Al-Marsum], Tidak ada doa yang lebih baik selain shalat.

Wallahu’alam.

Sunday, August 28, 2011

(MENGAPA) IDUL FITRI BERBEDA?

Idul Fitri Berbeda?

Dr Ahmad Izzuddin
Ketua Umum Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Anggota Badan Hisab Rukyah Kemenag RI, Dosen IAIN Walisongo Semarang

Idul Fitri sekarang mengapa berbeda? Mengapa selalu berbeda? Mengapa tidak bisa disatukan? Kapan selesainya perbedaan ini? Demikianlah pertanyaan-pertanyaan klasik, namun selalu aktual yang selalu muncul di tengah-tengah masyarakat (awam) Muslim Indonesia menjelang berakhirnya bulan Ramadhan. Hal ini tidak lain karena di Indonesia memang sudah sering terjadi perbedaan berhari raya Idul Fitri. Berbeda dengan negara lain yang tidak pernah terjadi perbedaan. Mengapa demikian?

Melalui tulisan ini, penulis memaparkan mengapa di Indonesia dalam penetapan Idul Fitri masih sering terjadi perbedaan? Bagaimana dengan penetapan Idul Fitri 1432 H, (sekarang ini) terjadi perbedaan ataukah tidak? Pemaparan ini kiranya sangat membantu dalam menumbuhkan keyakinan (bahkan secara ainul yakin) dalam menjalankan ibadah. Di samping itu, dengan memahami sebab perbedaan, jika terjadi perbedaan kiranya akan dapat menumbuhkan sikap menghargai-sikap toleransi (tasammuh)-dalam berhari raya.

Berdasarkan pemahaman hadis, penetapan awal Ramadan dan Syawal: "Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Apabila tertutup awan, maka sempurnakanlah (30 hari)," secara makro melahirkan dua aliran, yakni aliran rukyat dan aliran hisab. Karena ini merupakan masalah ijtihadiyah, bukan merupakan masalah yang qath'i, maka wajar manakala muncul perbedaan semacam itu.

Di Indonesia, malahan terdapat lebih banyak aliran karena adanya ketersinggungan Islam sebagai great tradition dan budaya lokal sebagai little tradition yang melahirkan corak perilaku keagamaan tersendiri, semacam Islam Kejawen. Dalam permasalahan hisab rukyat ada aliran Asapon dan ada aliran Aboge. Bahkan, ada yang muncul dengan penfsirannya sendiri, seperti golongan an-Nadir Gua Sulawesi Selatan. Sehingga, di Indonesia banyak muncul aliran dalam hisab rukyat.

Di antaranya:
(1) Aliran Aboge, yakni aliran yang berpedoman pada tahun jawa lama dengan ketetapan tahun alif jatuh pada hari Rabu wage sebagaiman diikuti oleh masyarakat Muslim dusun Golak Ambarawa Jawa Tengah.

(2) Aliran Asapon, yakni aliran yang berpedoman pada kalender Jawa Islam yang sudah diperbaharui dengan ketetapan tahun alif jatuh pada hari Selasa pon, sebagaimana yang diikuti oleh lingkungan keraton Yogyakarta.

(3) Aliran Rukyah dalam satu negara (rukyatul hilal fi wilayatil hukmi). Aliran ini berpegang pada hasil rukyat yang dilakukan setiap akhir bulan (tanggal 29), jika berhasil merukyat, maka hari esoknya sudah masuk tanggal satu, sedangkan jika tidak berhasil maka harus diistikmalkan (disempurnakan 30 hari) dan hisab hanya sebagi alat bantu dalam melakukan rukyat. Aliran ini, selama ini dipegang oleh Nahdlatul Ulama.

(4) Aliran Hisab Wujudul Hilal, prinsipnya jika menurut perhitungan (hisab) hilal sudah dinyatakan di atas ufuk, maka hari esoknya sudah dapat ditetapkan sebagai tanggal satu tanpa harus menunggu hasil rukyat. Aliran ini yang dipakai oleh Muhammadiyah.

(5) Aliran Rukyah Internasional (Rukyah Global). Aliran ini berprinsip di mana pun tempat di muka dunia ini, jika ada yang menyatakan berhasil melihat hilal, maka waktu itu pula mulai tanggal satu dengan tanpa mempertimbangkan jarak geografisnya. Aliran ini diikuti oleh Hizbut Tahrir.

(6) Aliran Hisab Imkanurrukyah, yakni penentuan awal bulan berdasarkan hisab yang memungkinan untuk dilakukan rukyat. Aliran inilah yang dipegangi pemerintah.

(7) Aliran mengikuti Makkah, di mana penetapannya atas dasar kapan Makkah menetapkannya.

(8) Aliran rukyat Air Pasang oleh golongan an-Nadir Gua Sulawesi Selatan.

Namun demikian, yang populer di kalangan masyarakat awam Indonesia adalah aliran rukyah yang dipegangi Nahdlatul Ulama, aliran Hisab Wujudul Hilal yang dipegangi Muhammadiyah dan aliran Hisab Imkanurrukyah yang dipegangi pemerintah. Bahkan, ketiga aliran itulah yang mewarnai fenomena perbedaan penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah yang sering membingungkan masyarakat awam.

Menurut perhitungan hisab hakiki kontemporer yang diakui keakuratannya, ijtimak (konjungsi matahari dan bulan akhir Ramadhan 1432 terjadi pada hari Senin wage, 29 Agustus 2011 / 29 Ramadhan 1432 pada pukul 10.04. 17.75 WIB. Situasi pada saat gurub di Pantai Pelabuhan Ratu: matahari terbenam pada pukul 17. 54. 26 WIB, ketinggian hilal mar'i +01 derajat 53 menit dua detik.

Untuk seluruh wilayah Indonesia, dari Merauke sampai Sabang ketinggian hilal mar'i masih di bawah dua derajat. Namun, dari data hisab di banyak kalender ada yang menyatakan hilal sudah di atas dua derajat. Penulis menduga para hasib yang mencantumkan data ketinggian hilal sudah di atas dua derajat menggunakan metode taqribi.

Dari data hisab tersebut jelas bahwa aliran hisab dalam posisi "aman", sedangkan rukyatul hilal dalam posisi "rawan". Mengapa demikian? Karena dengan data hisab tersebut, maka secara gamblang aliran Hisab Wujudul Hilal yang dipegangi Muhammadiyah akan berani langsung menetapkan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa kliwon, 30 Agustus 2011 karena menurut perhitungan (hisab), hilal sudah ada yang di atas ufuk.

Sedangkan Nahdlatul Ulama dengan dasar rukyatul hilal fi wilayatil hukmi (satu negara hukum), harus menunggu hasil rukyatul hilal yang dilaksanakan pada hari Senin wage, 29 Ramadan 1432 yang bertepatan 29 Agustus 2011. Dengan data hisab ketinggian hilal mar'i dalam ketinggian yang "rawan", yakni masih di bawah dua derajat, maka kiranya sangat sulit untuk berhasil melihat hilal, apalagi menurut ramalan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), seluruh Indonesia pada saat itu dalam kondisi mendung.

Sehingga kemungkinan hilal bisa dirukyat sangatlah kecil sekali, apalagi secara tradisi dan secara ilmiah ketinggian hilal di bawah dua derajat tidak mungkin bisa dilihat. Oleh karena itu, jika tidak berhasil melihat hilal, maka tentunya Nahdlatul Ulama akan menentukan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu legi, 31 Agustus 2011, dengan menyempurnakan bulan puasa Ramadan 30 hari .

Begitu pula pemerintah, jika memang konsisten dengan prinsip Hisab Imkanurrukyah, maka tentunya menunggu hasil rukyatul hilal terlebih dahulu. Apalagi, kalau pemerintah mendasarkan pada kriteria Hisab Imkanurrukyah "tradisi Indonesia", yakni ketinggian minimal dua derajat, hilal baru dapat berhasil dilihat, maka dengan data hisab tersebut di atas, tentunya pemerintah akan "berani" menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu legi, 31 Agustus 2011.

Sebagai masyarakat awam sebaiknya mengikuti penetapan pemerin tah, mengingat pemerintah da lam penetapan selalu merujuk pada hasil musyawarah Badan Hisab Rukyah yang beranggo takan para pakar dalam bi dang keilmuan terkait yang ob jektif ilmiah. Lebih baik tunggu peng umuman sidang isbat pe merintah tentang 1 Syawal 1432 yang akan dilaksanakan pada hari Senin malam Selasa, 29 Agustus 2011.

Hikmah Republika Online;
Kamis, 25 Agustus 2011 pukul 10:20:00

(-)

Thursday, August 25, 2011

RANGKUMAN KULTUM TARAWIH, RABU 24 RAMADHAN 1432H

Judul : Mu’aqadah – Muraqabah – Muhasabah
Penceramah : Ustadz Darmawan

"Sekiranya umatku mengetahui keutamaan-keutamaan yang ada di bulan Ramadhan, niscaya mereka menghendaki agar sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan" (HR Ibnu Majah)
Waktu terus berputar. Hari, minggu, bulan dan tahun datang dan pergi silih berganti. Semuanya tetap berjalan seiringsunnatullah yang telah ditetapkan-Nya, tanpa ada seorangpun yang dapat menghentikan walau sesaat. Dan jika sudah tiba waktunya, bulan Ramadhan pun pasti berlalu.

Pada kesempatan ini kami akan menguraikan materi yang kami beri judul “3 M”, yaitu singkatan dari Mu’aqadah – Muraqabah – Muhasabah.

Mu’aqadah - perjanjian kepada Allah

Allah Subhanahu wa Taala berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, [Adz-Dzariyat : 56-58]; dan juga, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". ( QS 7 : 172 ).

Demikianlah, dengan ibadah shaum ramadhan kita diingatkan dengan perjanjian kita dengan Allah sebelum kita lahirkan di muka bumi, sebagaimana ayat-ayat tersebut di atas. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita hanya menyembah dan minta pertolongan hanya kepada Allah SWT.

“Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin(u)” – Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. [QS Al-Faatihah: 5].

Muraqabah - merasa dekat dengan Allah

Pada saat menjalankan ibadah puasa kita merasa selalu dekat dengan Allah, dengan melakukan berbagai amalan-amalan Ramadhan baik di siang hari maupun di malam hari.

Ibadah puasa mengingatkan kepada kita bahwa Allah SWT selalu melihat kita dalam segala keadaan. Sebagaimana Rasulullah saw pernah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya walaupun kamu tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat kamu.”
Pada bulan Ramadhan diturunkan malam istimewa, yaitu malam Lailatur Qadar. Mudah-mudahan kita menjadi orang pilihan yang memperoleh karunia berjumpa dengan lailatul qadar; seperti yang dinukil dalam tausiyah berikut.

[Catatan: dari sebuah sumber diceritakan bahwa mereka yang menghidupkan malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan walaupun tidak melihat tanda-tanda datangnya lailatul qadar menurut Imam Thabrani akan mendapat pahala Lailatul qadar sedangkan mereka yang tidak menghidupkan malam-malam tersebut walaupun melihat tanda-tandanya tidaklah akan mendapatkan pahala lailatul qadar itu.

Tidak cukup hanya menghidupkan malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan saja untuk mendapatkan pahala lailatul qadar, kitapun harus menghindarkan diri dari perbuataan yang menyebabkan terhalangnya pintu maaf Allah. Dalam suatu Hadits dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah melihat pada malam al qadar kepada orang-orang mukmin dari umat Muhammad, lalu dimaafi mereka dan dirahmati-Nya, kecuali empat orang, yaitu : Peminum arak, pendurhaka kepada ibu-bapak, orang yang selalu bertengkar dan orang yang memutus tali silaturahmi.”].

Jadi, bila kita ingin mendapatkan pahala lailatul qadar bukan hanya sekedar menghidupkan malamnya tapi hindarkan pula empat perbuatan di atas.

Muhasabah - introspeksi diri kita

Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk ber-muhasabah. Dari Syadad bin Aus ra, dari Nabi Muhammad SAW, bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT. (Imam Turmudzi) berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan, dan maknanya adalah ‘orang yang menghisab (mengevaluasi diri) di dunia sebelum dihisab pada hari akhir.’

Karena sang waktu tidak pernah mau menunggu, dia akan selalu berjalan berdasar kehendaknya dan kita sebagai manusialah yang harus “program” sedemikian rupa agar menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam riwayat yang lain disebutkan : “Bahwa jika hari ini kita lebih baik dari kemaren kita termasuk orang yang beruntung, akan tetapi jika hari ini kita sama dengan kemaren kita termasuk orang yang merugi. Dan lebih gawatnya lagi kalau hari ini lebih jelek dari kemaren kita termasuk orang yang di laknat Allah”.

Banyak keistimewaan bulan Ramadhan, bahkan Rasulullah pernah bersabda. "Sekiranya umatku mengetahui keutamaan-keutamaan yang ada di bulan Ramadhan, niscaya mereka menghendaki agar sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan" (HR Ibnu Majah)

Besok belum tentu kita masih dapat berkumpul; belum tentu pula kita akan berjumpa dengan bulan Ramadhan tahun depan; maut rahasia Allah, maka marilah kita selalu ber-muhasabah untuk mencari magfirah Allah. Mudah-mudahan tahun ini kita lebih baik dari tahun kemarin; dan tahun depan masih dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan dan kelak mendapat ampunan Allah sebagai bekal masuk surga.

Wallahu’alam.

RANGKUMAN KULTUM TARAWIH, SELASA 23 RAMADHAN 1432H

Judul : Membayar Zakat
Penceramah : Drs. M. Husni

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”. [QS Al-Anfal: 2-3]

Allah juga berfirman, “Al-ladziina yu’minuuna bil-gaibi wa yuqiimuunash-shalaata wa mimmaa razaqnaahum yunfiiquun(a)” – (Yaitu) mereka yang beriman kepada gaib, melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. [QS Al-Baqarah: 3].

Menjelang Idul Fitri, kita sudah terbiasa membayar zakat fitrah. Bagi pendatang, yang mencari rezeki di tempat ini, lebih afdol jika membayar zakat fitrah di tempat ini pula. Maka, kepada jamaah yang akan mudik dipesankan agar membayar zakat fitrahnya terlebih dahulu sebelum berangkat mudik.

Banyak orang telah mengerjakan shalat tetapi hakekatnya belum mendirikan shalat. Allah berfirman, “Innash-shalaata tanhaa ‘anil-fahsyaa’i wal-munkar”. – Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. [QS. AL-‘Ankabut: 45]. Zakat, infaq, dan shadaqah adalah amalan yang sering disatukan dengan shalat, sebagaimana ayat QS Al-Anfal tersebut di atas.

Maka, dirikanlah shalat dan menafkahkanlah sebagian dari rezekinya agar menjadi orang-orang yang beriman.

Wallahu’alam.